Sunday 8 February 2015

Edensor - Dreams do come true


"Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkram dingin" Andrea Hirata

Saya teringat bagaimana perasaan saya ketika selesai membaca buku Edensor karya Andrea Hirata. Campur aduk nggak karuan. Hati saya berdegup-degup kencang. Ingat satu mimpi saya, yang saya tulis di notebook saya sebagai "lifetime achievement". For all I know, saya harus bisa meraihnya. Dari buku ini saya semakin terinspirasi, saya ingin menuju "Edensor" saya, seperti Andrea Hirata menemukan Edensornya. Yang jadi pertanyaan buat saya, secantik apakah tempat ini? kenapa Andrea Hirata melukiskan tempat ini dengan kata-kata yang sangat indah, kata-kata yang begitu provokatif.

Derbyshire tidak jauh dari Leicester, perjalanan menggunakan mobil sewaan kurang lebih ditempuh dalam 1 jam 30 menit saja. Dan benar saja, apa yang digambarkan di buku Edensor itu tidak melebih-lebihkan. Saya dan teman-teman speechless, kami tertegun sesaat. dan tak terelakkan lagi muncul kalimat-kalimat  "Subhanallah, gw di Edensor" "Ya Allah cantik banget" "Subhanallaaaaahhh , Masya Allaaaahhh bagus banget"  dan kalimat-kalimat admiration lainnya.
Saya larut dalam keindahan tempat itu, Saya terharu. Sungguh sebuah kombinasi yang cantik antara daun-daun yang menguning, padang rumput yang hijau, sungai yang mengalir jernih, dan domba-domba gemuk yang minta dikejar.


Menuju Chartsworth House




Edensor dari atas bukit


Then , I come back on the winter. Sebenernya, karena kami belum merasakan salju tebal. Kami penasaran karena di Leicester hujan salju cuma sebentar dan kami sudah sangat kegirangan main salju untuk pertama kali. Kami memutuskan naik bus dari Leicester - Sheffield, Sheffield - Chatsworth House. Persis seperti bus yang mungkin, bang Andrea Hirata juga naik dari Sheffield.

Our first Snowman!!





Us. in Edensor.


Buat aku, Edensor adalah sebuah pelabuhan mimpi. Kalau bukan karena buku Andrea Hirata, mungkin aku nggak akan pernah tahu dimana Edensor, seberapa charmingnya desa ini, dan apa maknanya buat aku, sang pemimpi ini. Mungkin, dari mimpi ini semuanya berawal. Mungkin, ini hanya sebuah permulaan, yang aku sendiri belum tahu bagaimana akhirnya. Yang jelas, aku akan memanfaatkan waktu yang aku punya saat ini sebaik mungkin. Yang jelas, aku masih ingin berkelana, dan menemukan arahku sampai nanti saatnya aku pulang.










Aurora Borealis dan Sebuah Impian

Tromso, 18 January 2015

Oh, it was wild and weird and wan, and ever in camp o' nights

We would watch and watch the silver dance of the mystic Northern Lights.

And soft they danced from the Polar sky and swept in primrose haze;

And swift they pranced with their silver feet, and pierced with a blinding blaze.

They danced a cotillion in the sky; they were rose and silver shod;

It was not good for the eyes of man -- 'Twas a sight for the eyes of God.

ROBERT SERVICE, "The Ballad of the Northern Lights"



Aku ke Norwegia.

Sebelum berangkat aku sama sekali nggak terpikir untuk ke Norwegia saat winter. Aku selalu membayangkan mendaki fjord-fjord di Norwegia ketika musim panas. Dan ketika boat-boat di sepanjang Oslo Harbour mau berlayar untuk sekedar melihat Oslo Fjord dari dekat.

Tapi malam itu, di Dublin Airport, sembari menunggu pagi datang untuk penerbanganku kembali ke Birmingham, terbesit keinginan untuk melihat Aurora. Sebenernya keinginan ini sudah ada dari dulu, sudah tercatat di bucket list. Tapi aku nggak pernah menyangka aku akan  pergi melihat Aurora secepat ini.
Aku mencoba survey tiket pesawat ke Islandia, karena beberapa dari temanku sudah ada yang terbang kesana dan menyaksikan Aurora. Tapi masih terlampau mahal, terlebih lagi, aku akan sendirian. Teman-teman yang lain ngga ada yang mau ikut mengejar Aurora.

Aku urungkan niatku malam itu untuk membeli tiket pesawat ke Islandia. Tapi tiba-tiba aku terpikir untuk melihat Aurora di Norwegia. Dan aku ingat, aku ada teman di Oslo. Senyum ku kembali mengembang.
-----

Aku tiba di Tromso. Di utara Norwegia. Kata penduduk sekitar, Tromso adalah gerbang menuju kutub utara. Kata mereka pula, saking sedikitnya penduduk Tromso, jika mereka semua keluar rumah dan berkumpul di pub, mereka tetap akan selalu dapat tempat duduk di bar.
Aku nggak habis pikir bagaimana orang-orang di Tromso bisa hidup dengan suhu dibawah 0 selama winter, yang jelas sekali nggak akan ada matahari menyinari Tromso selama kurang lebih 4 bulan. Waktu di Tromso pun, matahari terbit pukul 11 siang, dan terbenam pukul 12 siang. Buat puasa mungkin enak kali ya hahahhaha.
Tapi kota ini indah sekali ya Rabb. Pemandangan gunung es mengelilingi kota kecil ini. Burung-burung camar berebutan mencari ikan di tepi laut. Rumah kecil warna merah khas Scandinavia terlihat di kejauhan, di tepi laut yang membelah dua gunung yang ditutupi salju tebal. I feel like I'm in the middle of nowhere. Aku rasanya ingin menangis, bisa menikmati pemandangan seindah ini tapi tanpa orang-orang kesayangan.
Dan di kota ini pula aku merasakan beratnya berjalan di tumpukan salju, hujan salju lebat, sedangkan hotel kami ada di atas bukit. Kami harus berjalan ke atas tanpa tahu bahwa jalan pintas yang kami tempuh itu sebenernya tumpukan bebatuan yang tertutup salju tebal.

Aku yakin ketika summer kota ini akan lebih cantik, dan lebih hidup.


----



Menyaksikan Aurora Borealis atau Cahaya Utara, atau Northern Lights adalah hal yang magical buat aku. Aku tidak menyesal pergi ke utara, ke Norwegia , yang tentunya  this trip is not cheap. But, aku tahu ini pengalaman seumur hidup yang gak akan pernah bisa dilupakan. To have this experience, makan indomie seminggu pun nggak apa-apa hahaha lebay sih, iya sih lebay haha.

Banyak orang bilang, cahaya utara itu nggak pernah bisa diprediksikan datangnya, and if you are lucky enough to witness it, you will never forget it for the rest of your life. I agree. And that night, I was there, witnessing one of God's creation that only occurs in the northern parts of the worlds.

 Dari Tromso we have to drive around an hour, ke pinggir kotanya, di tepi laut, di sebuah bukit kecil. Tempatnya bener-bener gelap, dan cahaya hanya dari bus kami, 
Menunggu dan bersabar adalah kunci dari pencarian aurora ini. The Lady Aurora does not show up instantly in the sky. Well. kalau aktivitas lagi besar dan anda sedang beruntung, you will see it dancing accross the city.
Aku cari posisi di bukit itu, di tengah dinginnya winter. Satu hal yang membuatku tetap sabar, adalah semangat saya untuk melihat keajaiban Tuhan yang satu ini.
And there I lie down, look up to the sky, and I see so many stars. So many, it sooo beautiful I could cry. Langit cerah, bintang-bintang bertebaran, dan saya bersyukur that God, again, give me the chance to see this. To experience this. 

Penantian kami serasa sangat lama. Aku baca di internet kalau lagi chasing Aurora jangan berharap untuk melihatnya langsung, jadi cari experiencenya, jangan terlalu kecewa kalau belum bisa menyaksikan di malam pertama pencarian.
Setelah tiga jam menanti, kamera mulai menangkap cahaya hijau di kejauhan. Samar. Tapi kamera kami dengan settingan tertentu (ISO sekian, Focus manual, tripod ready, dan another technical thing that our guide berbaik hati menyetting kamera kami) sudah bisa menangkap sedikit cahaya itu.Sayangnya, mata kami masih belum bisa menangkap cahaya hijau itu.

Saya  mulai kehilangan harapan.

"She's shy, come on Lady, show me your vibrant colour"
"Come on, we see you, don't be shy"

Sorakan-sorakan untuk menyemangati Lady Aurora untuk muncul ke langit di atas kami pun makin terdengar. Tapi dia nggak kunjung muncul. 
Makin kehilangan harapan, tiket pesawat kembali ke Oslo sudah dibeli untuk esok hari, namun yg dicari belum muncul, nggak mungkin bisa stay sehari lagi untuk menyaksikan sang cahaya utara.

Tepat di saat aku  mulai menyerah dan naik ke dalam bus karena udah sangat kedinginan, I saw it. A big lights strike out membelah langit, and all of us just standing still. Admire it. Subhanallah. Masha Allah.

Then, I was speechless when I saw it dancing. Moving. Creates a pattern. Ternyata bukan mitos. Nggak heran kalo jaman dulu, Aurora di asosiasikan dengan mystical thing seperti roh anak-anak kecil yang sedang bermain. Emang bener, karena cahaya itu bergerak seolah-olah menari. Begitu magical dan sangat indah. Sangat Indah. Ya Rabb sungguh engkau Maha besar....





Under the northern lights, Ignore my face, please. Photo credits : Artic Guide Service 

What a night. Tepat di saat aku mulai menyerah, cahaya itu datang. Iya. Dan aku menyadari sesuatu. Sesuatu yang menyadarkan aku kalo aku selalu diberi jalan. Tuhan selalu beri jalan untuk kita, but, Do we use it wisely? Do we use time we had today effectively? Do we?

Sama seperti misalnya ketika kita berusaha sekuat tenaga utuk mencapai sesuatu namun kita udah lelah karena nggak kunjung terwujud, dan di saat itu pula lah you see the light. Sama seperti kita punya mimpi besar dan ada satu kesempatan untuk membuatnya menjadi nyata? Will you take the chance? or will you just holding back because you are afraid to take the challenge?

Karena impian hanya akan tetap menjadi mimpi if we didn't take any action. Kesempatan mungkin datang dua kali, tapi apa salahnya mencoba di kesempatan pertama and see how it's work? If you fail, at least you've tried to do the best. Then try again, again, and again. 

Seperti Aurora Borealis, is not easy to witness. It takes patience. And if you do it well, you will get what you've always dream of.

Aku nggak menyesal pergi jauh ke Utara. I feel content.
Terima kasih Tuhan.....